Thursday, April 25, 2013

Akhirnya, Nyanyian Cinta 'Lahir'




Dua hari yang lalu, tepatnya 22 April 2013 menjadi salah satu hari yang mendebarkan bagi saya. Bagaimana tidak, setelah penantian yang cukup panjang dan cukup melelahkan, sebuah hasil karya saya dan kesebelas teman yang tergabung dalam #NyanyianCinta (dulunya #LaguCinta) lahir jua.

Saya yang memang terbiasa tiap masuk mall pasti mampir ke Gramedia, entah mengapa hari itu terasa drama. Melihat logo Gramedia di depan toko buku ternama itu, mata saya berkaca-kaca. Kebetulan hari pertama peluncuran resminya, saya sempatkan dulu mengecek ke Gramedia Puri Indah Mall.


Kaki saya yang sudah berdiri di depan Gramedia, sedikit gemetar. Untuk pertama kalinya, saya bisa melihat nama sendiri, dari ribuan bahkan puluhan ribu buku yang berjejer manis di rak. 




Cover berwarna biru tua dengan sebuah bulan yang tengah diduduki gadis yang sedang asyik bermain gitar itu, ada di deretan rak terdepan bersama buku baru. Warnanya yang eye catching, tentu tidak sukar dicari. 




Tak cukup sekali atau dua kali saya mengucap syukur dalam hati. Ini adalah sebuah pencapaian yang akhirnya saya dapatkan setelah puluhan tahun dilahirkan. Meski hanya sebuah antologi, ini menjadi penyemangat saya yang memang bercita-cita menelurkan sebuah buku. Entah itu kisah hidup saya (#eeaaa), atau hasil mengarang bebas atas imajinasi yang tak berbatas ini.

Kembali ke antalogi Nyanyian Cinta ini, mungkin kalian yang pernah membaca blog saya beberapa bulan lalu, tahu kemana royalti ini akan bermuara. Yah, kami masih setia dengan janjitersebut, menyerahkan royalti dari cetakan pertama ke yayasan tunarungu. Sampai saat ini, memang belum bisa kami pastikan akan ke yayasan tunarungu yang mana. 

Saya dengan tangan terbuka, akan menerima masukan dari teman-teman yang sudah membaca blog ini, untuk memberikan rekomendasi yayasan tunarungu. Ditunggu ya :)


Big Love,

Adinda Bintang

Tuesday, April 9, 2013

Spontan

Spontan. Itu reaksi yang paling sering aku lakukan setiap mengambil keputusan. 

Sama seperti waktu aku mencoba utk mencintaimu, spontan.

Mungkin dari spontan juga, aku mengerti kamu.

Mengerti semua yang kamu pancarkan dari senyum manismu yang tidak pernah pudar meski hari telah berganti, musim berganti musim.

Aku spontan mencintaimu, ketika kau mengatakan "Aku juga suka dengan senja"

Spontan. 

Aku berdecak kagum. Kita punya persamaan. 

Kau juga menyukai laut yang tak henti-hentinya menciptakan ombak. 

Spontan aku mencintaimu.

Sampai tiba saatnya, engkau pergi. Pergi ke tempat yang tidak enggan aku sambangi. Saat ini. Menit ini. Detik ini.

Terima kasih telah spontan datang ke kehidupanku. Mengajari aku bagaimana arti mencintaimu, sesungguhnya. 

Sampaikan salamku kepada malaikat yang menjemputmu. Suatu saat, kita pasti akan bertemu kembali. Dalam kondisi, saat pertama kali, kita bertemu. Spontan.


BigLove, 

Adinda Bintang

Wednesday, April 3, 2013

Buku dan Kamu


Setahun belakangan, saya memang tengah rajin-rajinnya masuk ke toko buku. Dari sekian banyak kedatangan saya kesana, ada beberapa kali memang saya membeli buku.
Ini yang akan menjadi topik pembicaraan saya. Coba perhatikan, saya yang memang gemar membaca buku sejak kecil ini, tampak mulai menyadari, bahwa dalam pencarian buku rupanya saya dipengaruhi usia yang tidak bisa lagi dikatakan muda. Usia saya sudah 27. Benarkan, bukan lagi bisa disebut usia muda? :p
Sewaktu kecil, saya lebih senang mampir ke rak buku yang menawarkan dongeng dan kisah-kisah ringan yang tidak perlu sampai mengernyitkan dahi. 
Tapi kini, telah beda. Saya mulai mencari buku yang membuat otak saya banyak berpikir, dan tak jarang juga membuat saya terpacu untuk lebih baik lagi. Ya misalnya seperti, buku-buku motivasi dan biografi orang-orang hebat. 
Hal ini juga sepertinya mendasari saya, ketika ingin mencari pendamping hidup. Di usia ABG, mungkin benar saya mencari pacar yang hanya bermodalkan tampan. Awal-awal masuk kerja, tipe pacar saya juga tentu bergeser. Saya lebih senang dengan pria yang punya motivasi tinggi untuk hidupnya.
Dan sekarang, di usia yang saya sebutkan, tidak muda ini, saya mulai menyadari, keinginan saya mencari pasangan hidup yang lebih berbobot. Yang pintar, punya pekerjaan mapan, keinginannya kuat, serta tentu saja takut akan Sang Maha Penciptanya.
Namanya juga impian, harus yang setinggi langit. Begitulah pernyataan yang sering saya dengar dari banyak motivator. 
Jadi memang tidak salah kan, kalau saya samakan Buku dengan pasangan hidup saya kelak. Sama-sama harus berbobot. #eeeaaaa
Demikianlah tulisan ini, berdasarkan apa yang tiba-tiba terlintas di kepala saya beberapa menit lalu. Setuju ya Alhamdulillah, enggak juga tidak masalah :p :p :p 

Salam jilbab,
Adinda Bintang

Thursday, March 28, 2013

Sahabatku, Meri...


Saat sedang menulis ini, hati saya tengah berbahagia. Bukan karena saya telah menemukan tambatan hati yang baru. Bukan, bukan karena itu.

Sahabat saya, yang menghilang beberapa tahun lalu, baru saja menghubungi via telepon. Awalnya memang saya duluan yang mengirimkan pesan singkat kepadanya. Namun, karena format sms di BlackBerry saya, tidak sama di handphone dia, jadi pesan tersebut tidak dia terima.

Oh iya saya lupa perkenalkan namanya. Nama sahabat saya sejak kelas 1 SMA ini bernama Merita Zulfa Kurniasari. Cukup panggil dia, Meri.

Meri: Halo, ini siapa ya, sms nya kepotong soalnya di hp aku.

Adinda: Siapa hayo ini?

Meri: Dari suaranya sih kenal ya. Siapa sih? Dinda ya?

Seketika itu juga, saya ketawa bahagia.

Adinda: Ihhh Meriiiiiiiii, apa kabar? Gue dong hapal gitu no telepon elo. Hahahahaaa...

Percakapan yang tidak lebih dari 15 menit itu, harus terhenti, karena Meri masih harus kembali bekerja. Meri sempat mengatakan, dia menangis ketika tahu yang dia hubungi itu ternyata saya. Saya juga menyampaikan, rindu yang teramat karena memang dulu kami terbiasa bersama. Setiap hari sms an, hampir tiap minggu pergi, hanya untuk sekedar makan atau window shopping.

Rasa-rasanya tidak etis, kalau saya harus memaparkan apa kesalahan yang membuat kami terpisah cukup lama. Namanya manusia pasti punya salah, juga sering melakukan kekeliruan. Hal yang lumrah. Namun, bagaimana kita menyikapinya itulah yang menuntun kita ke jalan yang lebih baik, atau yang lebih enak disebut dengan 'Kedewasaan'.

Pembicaraan singkat dan heboh saya dengan Meri, adalah juga sebentuk potret bahwa persabatan yang sejati itu, tidak akan pernah terpisahkan. Masalah, salah paham, kekeliruan, hanyalah kerikil kecil agar kita semakin kuat, dan saling merangkul erat. Mungkin kalau Meri baca ini nanti, dia sepakat sama saya.

Ada perasaan terharu ketika tadi Meri sempat bilang, "Waktu elo ultah Januari kemarin, gue sms Nda, tapi failed, dan benar saja, elo rupanya udah ganti nomor."

Terharu dan hampir saja meneteskan air mata. Kami mungkin sudah tiga tahun lebih tidak ada komunikasi, tapi dia masih ingat tanggal lahir saya :(

Ah akhirnya, sahabatku yang sempat hilang itu, telah kembali. Dan suaranya tidak berubah tadi di telepon :D


Biglove,

Adinda Bintang